FAM (Fibroadenoma mammae)
FAM merupakan tumor jinak yang bisa terjadi pada wanita usia subur (belasan hingga 30an). Ciri-cirinya adalah berbentuk bulat, terasa kenyal, dan bisa bergeser. Keberadaan FAM terkadang dapat dikenali dengan SADARI (periksa payudara sendiri) namun tidak jarang pula tidak teraba karena ukurannya yang kecil.
Awal bulan lalu, saat melakukan Medical Check Up rutin dari kantor, saya baru menyadari adanya FAM di tubuh saya. Kebetulan dokter yang melakukan pemeriksaan ini perempuan, sehingga saya mencentang opsi untuk cek fisik payudara. Dan ternyata dokter menemukan benjolan di payudara kanan saya, kemungkinan ukuran diameternya 2,5 cm. Saya agak kaget karena memang tidak merasakan apa-apa, terasa nyeri atau sakit banget juga tidak. Mungkin hanya saat PMS saja jadi lebih sensitif, tetapi saya pikir hal itu lumrah terjadi. Kemudian dokter menunjukkan cara SADARI yang tepat, sehingga saya bisa merasakan sendiri benjolan yang dimaksud.
gambar dari pitapink-ykpi.or.id |
Periksa awal dengan BPJS
Setelah hasil Medical Check Up dikirimkan, saya pun berdiskusi dengan suami, apakah akan menindaklanjuti pemeriksaan FAM ini. Akhirnya saya mencoba menggunakan fasilitas BPJS untuk konsultasi dengan dokter bedah. Awalnya saya periksa ke fakes 1 dengan membawa hasil MCU dan meminta rujukan ke dokter spesialis bedah. Saat ini rujukan BPJS sudah sesuai tanggal, jadi di pendaftaran kita memilih tanggal berapa kemudian sudah ada pilihan rumah sakit tipe D dan C yang tersedia. Saya pun memilih ke RS terdekat yaitu RSUD Johar Baru.
Saya datang ke rumah sakit sesuai dengan jadwal rujukan yang diberikan, sebelumnya saya telepon dulu untuk tahu persyaratan yang harus dibawa (FC KTP, BPJS, dan surat rujukan) dan jam praktek dokternya. beruntung hari itu rumah sakit sepi dan saya jadi pasien pertama saat datang pukul 8 pagi. Pemeriksaan yang dilakukan dokter bedah saat itu pemeriksaan fisik juga, dan dokter meminta saya untuk melakukan USG mammae supaya bisa dilihat secara keseluruhan. Sayangnya di RSUD Johar Baru belum ada dokter radiologi yang bisa mengoperasikan alat USG sehingga untuk pemeriksaan USG dirujuk lagi ke RS MMA Menteng.
Keesokan harinya saya ke RS MMA dan ketemu dokter bedah yang sama untuk dibuatkan surat pengantar USG dan dijadwalkan 5 hari ke depan. Karena dokter radiologi yang ada di RS MMA adalah dokter laki-laki, saya agak merasa canggung. Akhirnya saya mencari info untuk USG Mammae yang bisa dilakukan oleh dokter wanita dan ada di RS Evasari, biayanya 900 ribu termasuk konsultasi doketr radiologi. Biaya USG di tempat lain tidak bisa ditanggung BPJS karena atas kemauan pasien sendiri.
Saya berdiskusi dengan suami dan kami mencari RS yang terdekat dengan tempat tinggal supaya suami lebih mudah untuk bolak-balik ke tempat tinggal juga untuk mengurus anak kami yang masih balita. Akhirnya kami memutuskan tidak menggunakan rujukan BPJS dengan alasan lebih fleksibel dalam memilih RS dan dokter. Pilihan dokter bedah onko terdekat ada di RS Carolus, dengan dr. Erwin.
Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik dan hasil USG mammae, di situ disebutkan bahwa ada dua benjolan yang berdekatan di payudara kanan saya. Karena cukup besar (sekitar 1-2,5 cm) maka hanya bisa dihilangkan dengan operasi, terlebih dengan adanya faktor risiko, sehingga setelah operasi bisa dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jenis tumornya apakah ganas/jinak/kanker.
Penjadwalan Operasi
Saya pun dijadwalkan operasi dalam waktu seminggu setelah melakukan swab tes dan cek darah. Untuk foto rontgen bisa menggunakan hasil MCU karena masih dalam kurun waktu 1 bulan sejak rontgen terakhir. Alhamdulillah hasil swab negatif, dan hasil cek lab siap untuk dilakukan operasi.
menginap semalam sebelum operasi |
Operasi dijadwalkan pada Senin pagi, Rumah Sakit menelepon saya untuk masuk ke ruang rawat inap pada Ahad sore. Saya membawa pakaian untuk 3 hari, cemilan, ponsel dan buku untuk hiburan, tidak lupa membawa masker secukupnya untuk dipakai sehari-hari. Karena masih masa pandemi, pasien hanya diizinkan ditemani 1 orang pendamping dan tidak diperkenankan ada yang menjenguk. Suami hanya menemani sampai jam 9 malam saja dan datang lagi keesokan harinya sebelum operasi. Jadilah semalam saya sendirian aja.
Pagi harinya saya tanya ke suster mengenai jadwal operasi, jadinya jam berapa. Ternyata operasi saya mundur di jam 13.00. Jadinya pagi saya masih santai-santai nonton TV, baca buku, minta jajain makanan ke suami. Setelah sholat dhuhur, saya disuruh suster untuk bersiap-siap ganti baju rumah sakit warna hijau, juga disiapkan kursi roda untuk anter saya ke ruang operasi.
Ruang operasi ada di lantai 4 atau 5 kalau tidak salah, di sana ada ruangan khusus untuk penunggu pasien, jadi suami cuma diperbolehkan sampai situ aja sementara saya masih lurus ke ruang operasi. Di ruang pra operasi sudah ada perawat yang menunggu dan menemani saya ganti baju operasi yang warna putih, ganti masker dan penutup kepala. Setelah itu saya disuruh berbaring, diukur tensi, disuntik infus dan ditanyain tentang lokasi benjolan lalu suster membuat tanda di lokasi tersebut pake spidol atau bolpen gitu, agak lupa dikit.
Ketika dokter udah datang baru saya dipindahkan ke ruang operasi. Ini kali pertama saya masuk ruang operasi, ternyata tidak seperti yang saya bayangkan yang serba putih dan silau, ruang operasi tersebut lebih sederhana, saya tidak ingat warna ruangannya apa. Meskipun deg-degan banget rasanya, saya cuma berdoa aja komat-kamit. Saya langsung ditempatkan di bawah lampu besar yang cukup silau, lalu dokter Erwin datang dan menanyai saya sebentar, kemudian disusul dokter anastesi tapi dokternya beda dengan dokter yang saya temui sebelum operasi. Saya tanya tentang durasi waktu operasi (kira-kira satu jam), efek samping biusnya bagaimana? (pusing, mual, muntah). Lalu karena kedinginan saya minta tambahan selimut.
Setelah menambahkan bius di infus saya, dokternya bilang, "Selamat tidur ya,".
"Apa dok?" saya enggak ngeh. Setelah itu dokternya pergi dan saya tidak ingat apa-apa lagi.
Saya kebangun dan langsung sadar kalau sudah dioperasi, wah cepet juga ya, pikir saya saat itu. Yang saya rasain saat itu cuma agak pusing dan disuruh tiduran.
kemudian dokter datang dan memperlihatkan tumor yang berhasil di ambil dari tubuh saya, ternyata ada 2 tumor berdempetan dan 1 kista kecil. tumor tersebut sudah ditaruh di dalam wadah dan akan dianalisa di laboratorium untuk mengetahui tingkat keganasannya.
Setelah operasi saya masih dipantau post-operasi di ruangan selama 1 jam. Kemudian dibawa lagi ke bangsal, masih tidak diperbolehkan bangun, lagian saya juga masih ngantuk banget.
Setelah operasi sampai malam harinya saya cuma kebangun untuk sholat aja, sekitar jam 8 malam kerasa mual yang akhirnya muntah. Saya masih puasa karena kata perawatnya selama masih kerasa mual jangan makan dan minum dulu.
Keesokan harinya badan baru kerasa enakan, meskipun masih pusing yang berputar-putar gitu, tapi udah mulai duduk. Saya pulang sore harinya, atau H+1 operasi. Untuk bekas jahitan tidak terasa nyeri apapun dan masih diperban hingga 1 minggu tidak kena air.
Setelah kontrol ke-2 saya baru dapat hasil analisa lab, yang alhamdulillah masih diberikan tumor jinak. Tumbuhnya FAM tersebut kata dokter sangat dipengaruhi oleh hormon, untuk pencegahannya adalah dengan bergaya hidup sehat, dan untuk makanannya tidak ada pantangan apa pun.
Sekian cerita saya tentang operasi FAM. Awalnya memang menakutkan tetapi saya merasa lebih baik setelah operasi ini sehingga tidak lagi khawatir dan bertanya-tanya yang berujung pada informasi yang menyesatkan.
Saya juga jadi lebih aware dengan asupan makanan dan olahraga, dan juga SADARI secara rutin.