Tampilkan postingan dengan label words. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label words. Tampilkan semua postingan

23 Des 2013

bahagia dalam kesederhanaan



hari Selasa tgl lapan, aku dan kak eci mengunjungi Desa Mahala bersama Kak Juliana. Desa Mahala adalah desa terjauh di kecamatan Tinada. desa paling pelosok di daerah yang sudah pelosok kalo aku yang disuruh bilang. kami bonceng tiga tanpa helm di kepala dengan jalanan menikung naik dan turun. melewati ladang, kebun, jembatan, hingga batas kecamatan. jangankan indomar*t, warung kelontong pun tidak kami temui di desa itu.
kami berhenti di depan rumah papan mungil yang ditinggali oleh Pak Sahdin Solin dan keluarganya. kehangatan keluarga itu menyambut kedatangan Kak Juli (dan semoga juga kami). ada Pak Solin, Bu Solin, anak-anaknya, menantunya, cucu-cucunya yg msh balita, Kak Juli, saya dan Kak Eci. kami berbincang agak lama ditemani kopi Pakpak yg menghangat. meskipun masih roaming dengan bahasa setempat, saya ikutan senyum dan ketawa saja tanpa mengerti artinya. mungkin benar apa yg pernah Kak Juli katakan di perjalanan tadi, kita tidak bisa membuat penilaian tentang seseorang dari pnampilan atau tempat tinggalnya saja. rumah papan mungil berbatasan dgn jurang dan lereng perbukitan yg curam. toh, rezeki memang sudah ada yang mengatur, toh rezeki memang punya tempat yg luas bagi mereka yg mau berusaha. dengan kesederhanaan beliau, Pak Solin memiliki 8 hektar ladang gambir produktif. nyatanya kebahagiaan tidak bisa diukur hanya dgn rumah besar dan akses terhadap kebutuhan yang demikian mudah.
mungkin bagi Pak Solin, seperti sebagian besar penduduk di sini, di Mahala, bahwa kesederhanaan adalah cara paling simpel untuk berbahagia. 

rumah papan yang banyak ditemui di sana
Fyi, kak Juli adalah penyuluh Balai Pertanian kecamatan

18 Jun 2013

Satu Kotak Cerita Lama


"Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film "Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 Juni 2013." 

Kenangan adalah sesuatu yang lalu, yang hanya dapat dilihat di masa sekarang ketika kita sedang menengok ke belakang. Kenangan serupa dengan setiap bab yang telah usai dalam sebuah buku cerita. kenangan tidak dapat mengubah alur cerita, maupun menulis ulang bab yang terasa terlalu pedih, yang terlalu ingin dilupakan. Sebab kenangan hanya bisa dibaca kembali, sambil sesekali ikut terhanyut menikmati perasaan yang dulu pernah timbul karenanya.

Ini adalah sebuah cerita tentang kenangan, dalam sebuah kardus yang kusimpan baik-baik di pojok kamar.
penghapus, plester dan buku tulis
  Aku menyimpan penghapus ini sebagai pemberian pertama darimu bertahun-tahun lalu. Saat itu kita masih berseragam putih abu-abu. Tentu saja pemberian penghapus ini bukannya tanpa sebab. Kamu yang selalu menghabiskan penghapusku untuk pelajaran matematika, memberikan penghapus ini sebagai ganti. Berbulan-bulan lamanya aku tidak peduli dan memakai penghapus pemberianmu seperti normalnya memakai penghapus lain. Namun saat perasaan itu hadir dan aku menyadarinya, sejak saat itu kusimpan penghapus pemberianmu sebagai kenang-kenangan.
  Oke, benda kedua ini memang terlalu jorok untuk disimpan. Aku tidak bisa membayangkan reaksimu jika sampai tahu bahwa aku menyimpan benda semacam ini bertahun-tahun lamanya. Plester penutup luka, well plester bekas. Yang pernah kamu berikan saat aku terjatuh ketika menemanimu lari pagi. Ini konyol, teman sekelas yang baru kutaksir saat masa sekelas hampir berakhir, tiba-tiba muncul di depan rumah dan menyatakan diri sebagai tetanggaku. Untuk memproklamirkan kebertetanggaan kita, maka kamu mengajakku lari pagi dan berakhir dengan bonyok di kakiku. Sejak dulu aku memang tidak jago berlari.
  Buku tulis. Klasik sekali. Sebagai hadiah ulangtahunku yang ke-17. Waktu itu kamu bahkan tidak tahu hari ulangtahunku. Yah, tentu saja aku juga tidak berharap kamu akan tahu. Memangnya siapa aku? Hanyalah teman sekelasmu saat kelas sepuluh dan menjadi tetangga saat kelas dua belas. Kemudian secara spontan, saat kita bertemu di minimarket depan kompleks, kamu menghadiahiku buku tulis ini. Pemberianmu yang benar-benar membuatku terharu.  Dibalik ketidaktahuanmu akan hari ulangtahunku, ternyata kamu selalu menyimak dengan baik setiap percakapan kita.

“Kamu suka nulis kan?” tanyamu waktu itu.
“Anggap saja hadiah ulangtahunmu,” katamu seraya mengangsurkan buku tulis itu kepadaku. Aku setengah bercanda meminta kado darimu karena hari itu aku sedang berulangtahun.
“Semoga kado kecil ini bisa membantu mewujudkan mimpi besarmu. Aku tidak sabar menunggu bukumu terpajang di rak toko-toko buku.”
Senyummu dan ucapan tulus darimu, selalu, ratusan kali telah berhasil meluluhlantakkan pertahananku.

Hingga sekarang, tentu saja aku masih menulis.

Aku menulis. Mengenangmu. Menulis. Mengenangmu. Menulis lagi.

Namun belakangan kusadari kalau cara itu bukan sebuah cara yang sehat untuk perasaanku. Lantas kumasukkan saja semua tentang dirimu ke dalam kardus. Menjadi satu kotak cerita lama yang tinggal dibuka saja jika ingin dibaca.

Pengalaman Operasi FAM di Jakarta

 FAM (Fibroadenoma mammae) FAM merupakan tumor jinak yang bisa terjadi pada wanita usia subur (belasan hingga 30an). Ciri-cirinya adalah ber...